Ayah dan Bunda pernah tidak merasa berbeda pendapat dalam mengasuh Si Kecil bersama suami? Misal Ayah maunya keras dan tegas pada Si Kecil, sementara Bunda maunya begitu mengasihi dan menyayangi Si Kecil bahkan tidak boleh terluka sedikitpun. Bisa jadi ada lagi perbedaan yang lebih kompleks yang bahkan tidak Ayah dan Bunda sadari sebabnya. Ada Ayah yang tidak terlalu tampak peduli pada anaknya, sementara ada juga Bunda yang selalu merasa benar dan tidak pernah salah. Jika masalah-masalah ini mau diperjelas dan diuraikan, mengapa kedua orang tua bisa punya pandangan yang berbeda terhadap pola asuh? Jawabannya adalah karena Ayah dan Bunda dibesarkan dari orang tua yang berbeda dan dididik dengan cara yang berbeda satu sama lain. Memangnya ini ngaruh, ya? Yuk kita bahas.
Belakangan ini dikenal istilah inner child, atau sikap kekanak-kanakan yang dimiliki seseorang. Walaupun kita tumbuh dewasa, badan kita membesar dan angka usia bertambah, namun kita bisa jadi memiliki luka masa lalu yang belum sembuh dan menyebabkan ada diri kanak-kanak di dalam tubuh kita. Contoh inner child itu seperti apa sih Ayah dan Bunda? Kita yang terbiasa diberikan kekerasan saat kecil mungkin menganggap kekerasan adalah hal yang biasa. Dibentak, dipukul, dimaki, itu adalah hal yang biasa bahkan dengan percaya diri mengatakan, “Mentalku kuat!” “Aku tahan banting.” Padahal, kita hanyalah manusia yang tampak kuat di luar namun rapuh di dalam. Orang yang tumbuh dengan makian, cacian, sebetulnya rapuh dan tidak tau bagaimana caranya memperhatikan perasaan orang lain, tidak tau caranya bersikap dengan emosi yang stabil menghadapi Si Kecil karena terbiasa diabaikan perasaannya sejak kecil.
Kalau Ayah dan Bunda merasa kaku, baku, sulit memahami perasaan Si Kecil, coba jalan mundur ke belakang, ingat-ingat lagi Ayah dan Bunda punya kehidupan yang seperti apa yang membuat Ayah dan Bunda memiliki sikap seperti saat ini. Ayah dan Bunda kecil seperti apa, bagaimana kedua orang tua Ayah dan Bunda mengasuh dan mendidik sejak kecil, apakah ada luka yang selama ini Ayah dan Bunda alami yang selama ini kalian abaikan? dan ternyata tetap tumbuh sebagai luka batin yang membengkak. Sayangnya, luka itu ditularkan ke anak, dan sakit hati itu terjadi lagi pada anak kita. Si Kecil kembali menjadi diri kita dulu yang terluka saat dan memendam banyak sakit hati.
Apa saja penyebab luka batin yang terbawa sampai besar tanpa kita sadari? Banyak sekali, seperti kehilangan orang tua saat kecil di saat kita belum siap sehingga membuat kita menjadi manusia yang melihat dunia ini jahat dan kejam, atau orang tua yang ada namun tidak hadir dan memberikan perhatian, kita tumbuh dengan rasa tidak nyaman pada dunia, ada perasaan tidak dijaga, perasaan sendiri. Perasaan ini terbawa sampai besar dan bisa saja rasa kesepian ini kita bawa hingga tua menjadi luka. Luka ini akan dilampiaskan pada pasangan atau anak kita, kita menjadi sangat protektif, kita menjadi sangat mengekang karena kita tidak ingin ditinggalkan oleh orang terdekat kita. Wujud sifat kekanak-kanakan yang tidak ingin ditinggalkan ini melekat dalam tubuh dewasa kita dan terjebak. Sifat kekanak-kanakan ini kemudian dilampiaskan pada pasangan dan anak kita tanpa kita sadari.
Lalu bagaimana cara menghilangkan inner child? Pertama adalah menyadari, sadari penuh mengenai apa yang terjadi pada masa kecil kita dulu ya, Ayah dan Bunda. Apakah kita merasa kehilangan sesuatu, apakah kita diabaikan, apakah keluarga kita merupakan keluarga yang utuh, apakah kita cukup secara materi. Jika tidak, maka tanyakan kembali dampak apa yang kita terima tumbuh dengan situasi demikian, apakah membuat luka-luka kecil yang terbawa hingga besar. Jika jawabannya iya maka berdamailah, maka maafkanlah pelan-pelan masa lalu dan tinggalkan sehingga kita tidak terjebak luka masa lalu. Pisahkan pengalaman masa lalu Ayah dan Bunda yang kurang menyenangkan tersebut dengan kondisi saat ini. Karena Ayah dan Bunda berhak untuk berkembang menjadi pasangan atau orang tua yang lebih baik untuk saat ini dan di masa depan nantinya. Selamat merenung dan bertumbuh ya Ayah dan Bunda.
Referensi :