Anemia merupakan sebuah kondisi di mana tubuh mengalami kekurangan sel darah merah sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Sehingga organ tubuh tidak dapat bekerja maksimal karena tidak mendapat cukup oksigen. Penderita anemia biasanya akan berwajah pucat dan juga mudah lelah. Kondisi kekurangan darah ini bisa terjadi dalam waktu sementara, atau bahkan jangka panjang yang mana dapat memberikan efek jangka panjang khususnya pada perempuan.
Umumnya, perempuan dengan anemia dapat meningkatkan resiko melahirkan anak stunting. Anak stunting adalah kondisi gangguan gagal tumbuh pada 1000 hari pertama kehidupan dikarenakan kekurangan gizi pada waktu yang lama, sakit infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak mencukupi ditandai oleh tinggi badan yang lebih pendek dibanding dengan teman seusianya. Mengutip dari beberapa sumber, tubuh yang pendek merupakan tanda dari adanya masalah gizi kronis pada pertumbuhan anak. Namun, pendek belum tentu stunting, sedangkan anak stunting pasti lebih pendek.
Bagaimana ciri-ciri anak stunting?
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa stunting dapat diketahui apabila si kecil sudah diukur tinggi badannya. Berdasarkan buku Gizi Anak dan Remaja, gangguan perkembangan anak dapat dilihat dari grafik tumbuh kembang mulai usia tiga bulan. Kemudian prosesnya akan melambat ketika sudah berusia tiga tahun (lebih dari 1000 hari pertama kehidupan). Apabila kondisi stunting dialami oleh si kecil pada usia 2-3 tahun dan jika sudah lebih dari itu, grafik menjadi acuan bahwa kegagalan pertumbuhan atau stunting telah terjadi. Sebagai kondisi gagal tumbuh sangat berpengaruh pada proses perkembangan otak karena 80% perkembangan otak manusia terjadi di usia sebelum 3 tahun dan 90% dibawah 5 tahun. Dampak pada perkembangan otak ini menjadikan stunting masalah serius karena akan terhubung dengan beragam permasalahan kognitif, misal kesulitan berkonsentrasi, daya ingat, dan beragam kemampuan kognitif lainnya.
Apa kaitan anemia dengan stunting?
Menurut Plt Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat drg. Kartini Rustandi, M. Kes dalam laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan bahwa remaja putri yang menderita anemia berisiko menjadi ibu hamil anemia, dan meningkatkan kemungkinan melahirkan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) dan stunting.
Ibu hamil dengan kondisi anemia sudah pasti mengalami kekurangan zat besi di dalam tubuh, sehingga sel darah merah berkurang. Padahal, ibu hamil membutuhkan jumlah sel darah merah lebih banyak dari orang biasa, yang mana juga untuk memberikan zat gizi yang dibutuhkan menutrisi janin dalam tubuhnya.
Zat besi sangat penting bagi ibu hamil. Salah satunya adalah berperan penting dalam proses tumbuh kembang janin di dalam kandungan. Apabila zat besi tidak terpenuhi, maka pasokan oksigen dan gizi yang diberikan ke si kecil melalui darah akan berkurang. Ada berbagai sumber zat besi yang bisa didapatkan ibu hamil, misalnya mengonsumsi sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, biji-bijian, hingga daging dan ikan. Disarankan juga agar ibu hamil dengan kondisi anemia untuk rutin konsultasi ke dokter untuk mendapat vitamin prenatal yang tepat. Disamping itu, ibu hamil juga harus memperhatikan 12 zat gizi lainnya yang penting untuk pertumbuhan janin yakni protein, karbohidrat, lemak, serat, asam folat, kalsium, vitamin D, kolin, vitamin c, yodium, seng, serta asam lemak omega-3 dan omega-6.
Sumber artikel:
https://www.alodokter.com/anemia
https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/penyakit-pada-anak/stunting/
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20210122/5236847/saat-remaja-menderita-anemia-ibu-hamil-berisiko-lahirkan-anak-stunting/