Kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT erat dengan kekerasan fisik, padahal kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya karena kita dipukuli atau disakiti hingga menyebabkan luka. Ada kekerasan yang sakit tapi tidak membuat luka, namun membuat luka batin yang tidak ada bekasnya. Bahkan kadang kekerasan verbal ini bukan kata yang terlontar jelas meyakitkan, bisa jadi kata-kata yang halus namun dampaknya luar biasa besar pada mental pasangan, seperti kehilangan kepercayaan diri dan merasa kehilangan kemampuan, merasa bukan siapa-siapa dan merasa tidak mampu. Kenali ciri-ciri kekerasan verbal, yuk!
Kritik Pedas
Kritik dalam membangun kemampuan satu sama lain itu perlu, namun kritik yang terus menerus tanpa masukan dan solusi tentu akan mematikan kepercayaan diri pasangan secara perlahan. Kritik yang baik tentu disertai saran dan juga pujian jika Ayah atau Bunda mengalami perubahan atau kemajuan. “Baju-baju produksi Bunda bagus, lebih bagus kalau warnanya cerah, pasti banyak yang suka.” Kritik dan masukan mesti berjalan bersama sebagai bentuk dukungan kalau Ayah atau Bunda mendukung satu sama lain, ingin pasangan maju dan berproses.
Membatasi Interaksi Sosial
Apa sajakah yang termasuk dalam pembatasan interaksi sosial antar pasangan? Berikut adalah beberapa contoh, seperti apapun yang dilakukan pasangan harus dalam pantauan penuh dan hanya boleh berinteraksi dengan mereka yang diizinkan pasangan. Atau adanya larangan untuk berhubungan dengan teman dengan alasan sayang atau peduli juga termasuk dalam pembatasan interaksi. Bagaimanapun juga, manusia adalah mahluk sosial, Ayah dan Bunda meskipun sudah menikah tetap memerlukan lingkungan sosial. Meski Ayah dan Bunda sudah terikat dalam sebuah pernikahan, Ayah dan Bunda tetaplah pribadi yang membutuhkan ruang pribadi. Ada kalanya Ayah ingin bebas bercerita tentang pertandingan bola tadi malam dengan teman, juga ada kalanya Bunda ingin bertukar kisah film yang sedang tayang bersama teman kerja. Jangan batasi pertemanan atas nama kasih sayang sebab rasa sayang tidak mengekang. Ayah dan Bunda cukup membuat aturan mana yang boleh dan tidak satu sama lain saja tanpa mengekang sosialisasi.
Ancaman
Ancaman atau kata-kata yang selalu menyudutkan adalah sebuah tindakan yang tidak sehat apalagi jika ditambah bentakan dan hardikan. “Kalau kamu ninggalin aku, aku akan kabur!” Ancaman ini membuat pasangan mempertahankan hubungan karena rasa takut bukan rasa nyaman. Ancaman ini memang tidak menyakitkan namun membuat hubungan tidak sehat, komunikasi tidak lancar yang lama-lama akan membuat hubungan tidak kehilangan emosi positif di dalamnya. Satu pihak bertahan karena rasa takut, satu pihak mempertahankan karena rasa kuasa atas ancaman yang dibuatkan.
Egois
Sikap selalu ingin menang dan menyalahkan sepertinya ini tampak biasa saja, ya. Namun jika sering dilakukan secara konsisten oleh satu pihak, maka pihak lain akan merasa terintimidasi, tidak pernah didengar, tidak pernah benar dan kehilangan kepercayaan dirinya. Kehilangan kepercayaan diri tidak terasa sakitnya, namun perlahan merasa tidak dapat melakukan apapun, padahal bisa jadi masa muda Ayah atau Bunda adalah orang yang luar biasa hebat, pintar, memiliki banyak teman, disukai banyak orang, mampu mengambil keputusan dan lainnya. Setelah menikah, kita kehilangan semua kemampuan itu dan hanya merasa tidak mampu apa-apa.
Kekerasan dan menyakiti tidak selalu menimbulkan lebam atau darah di tubuh, perkataan juga bisa setajam pisau namun sayangnya kekerasan ini sulit dibuktikan karena dampaknya tidak langsung terlihat. Luka batin jika dibiarkan akan menumpuk dan menggangu mental sampai kepada gangguan kejiwaan jika sudah sangat berat. Jika Ayah dan Bunda mengalami ini dalam rumah tangganya, yuk segera saling bicara. Jika tidak bisa mintalah bantuan pihak ketiga yang dipercaya untuk menengahi dengan bijaksana, ya.
Sumber :
Anindiya, Putri Irene. (2020, 20 April). 12 Jenis Kekerasan Verbal yang Mungkin Pernah Anda Alami Atau Lakukan. Hellosehat.com. Diakses melalui https://hellosehat.com/mental/hubungan-harmonis/jenis-kekerasan-verbal/
Siregar, Uli. (2020, 21 Agustus) Kekerasan verbal itu bukan hal normal. Efeknya bisa mematikan.. Dw.com. Diakses melalui https://www.dw.com/id/jangan-normalisasi-kekerasan-verbal/a-54649580