Berbagi Peran Ayah Ibu, Harusnya Bagaimana?

 
Ayah dan Bunda, perlu dipahami kesepakatan yang dibuat tidak perlu mempertimbangkan apakah pekerjaan itu milik laki atau perempuan.

“Aku capek ya seharian ngurus rumah!” Ujar Bunda. Sementara Ayah merasa kesal pulang kerja rumah berantakan, “Kok seharian di rumah masih berantakan aja, Bun?” Tanya Ayah. Akhirnya keduanya bertengkar dengan tema yang sama setiap hari.

Saat hari minggu tiba, ayah ingin sekali rebahan dan menikmati waktu santai di rumah. Sementara bunda ingin pergi ke luar berjalan-jalan karena selama seminggu sibuk mengurus anak di rumah, mumet sekali rasanya hanya memandang tumpukan baju kotor, piring kotor, tembok yang berantakan, popok yang menumpuk minta dibersihkan dan lain sebagainya. Masa sih seminggu penuh bunda mesti menghadapi kerumitan rumah tangga yang tak ada ujungnya. Di akhir pekan keributan terjadi lagi, berulang selalu dengan tema yang sama.

Kisah pertengkaran juga terjadi pada Ayah dan Bunda yang keduanya bekerja. Pulang surah sama-sama lelah, siapa kira-kira yang mesti merapihkan rumah, atau siapa kira-kira yang masak saat subuh, bagaimana jika Si Kecil menangis? Kerumitan ini tentu akan menjadi bom waktu yang akan meledak di kemudian hari jika tidak segera diselesaikan. Di sini lah letak komunikasi antara ayah dan bunda dan kesepakatan-kesepakatan tersebut dibangun. Kesepakatan apakah yang sebaiknya dibuat, mari kita bahas.

Ayah dan Bunda, perlu dipahami kesepakatan yang dibuat tidak perlu mempertimbangkan apakah pekerjaan itu milik laki atau perempuan. Karena pekerjaan rumah dilakukan untuk saling memudahkan dan seluruh keluarga dapat hidup dengan nyaman.

Misalnya jika memasak identik dengan tugas perempuan, tidak menjadi masalah jika Ayah punya waktu untuk memasak atau bahkan memiliki hobi memasak. Saat Bunda sedang kerepotan menyusui makanan yang diberikan Ayah dari hasil kreasi memasaknya sendiri atau membeli sangat berarti sekali untuk bunda. Begitu juga mencuci, menyetrika, itu semua adalah kemampuan dasar yang mesti dimiliki laki atau perempuan. Tidak ada masalah jika suami melakukan pekerjaan tersebut di saat istri sedang bersama Si Kecil.

Ayah tidak akan menjadi hina atau rendah sekalipun melakukan pekerjaan tersebut, malah Ayah akan semakin keren dan berwibawa karena sudah menjadi pemimpin terdepan yang menjaga, membantu dan melindungi keluarga.

Apakah ada pilihan lain jika Ayah yang memasak malah membuat dapur seperti kapal pecah? Tentu saja ada. Jika suami enggan memasak karena satu lain hal biarkan urusan dapur diserahkan kepada istri yang ternyata masakannya sejuta kali lebih nikmat.

Suami bisa mengambil peran bermain dengan anak sampai istri selesai memasak dan membereskan perkakas masak sampai tuntas. Tidak karena Ayah baru saja menjaga anak lalu punya kesempatan makan duluan, memasak sama lelahnya dengan bermain dengan Si Kecil. Diskusikan pada istri siapa yang mau makan duluan, tidak ada yang benar dan salah asal semua disepakati bersama.

Memang dalam membangun rumah tangga suami dan istri mesti memiliki kesepakatan yang dibangun atas dasar kasih sayang dan toleransi. Kesampingkan ego ingin dihargai, ingin istirahat dan kesampingkan ego merasa paling berkorban. Rumah tangga adalah Kerjasama yang mesti setara dalam membagi perannya. Diskusi dan membagi peran adalah cara efektif untuk mengurangi perdebatan domestik yang itu-itu saja.Yuk dicoba Ayah dan Bunda!

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.