Eggshell Parenting, Bahaya Bagi Tumbuh Kembang Anak?

 
Eggshell parenting bisa menjadi pemicu perilaku anak yang merasa harus terus memenuhi perintah dari Ayah dan Bunda.

Ramai di media sosial saat ini pembahasan tentang eggshell parenting. Beragam opini, baik pro maupun kontra, mengiringi pembahasan terkait hal ini. Tapi, apasih eggshell parenting itu? Seorang psikoterapis bernama Anna Hindell menyebut istilah ini dipopulerkan oleh Dr. Sage melalui akun TikToknya dan berasal dari ungkapan “berjalan di atas kulit telur.”

Anna menyebut ketika orang tua memiliki suasana hati yang tidak stabil, mudah meledak-ledak, dan perilaku tidak konsisten, menyebabkan Si Kecil dapat bersikap kasar di sekitar mereka. Perilaku Buah Hati pun seolah-olah menunjukkan adanya pola asuh yang tidak baik. Bukan hanya itu, disampaikan pula eggshell parenting bisa menjadi pemicu perilaku mereka yang merasa harus terus memenuhi perintah dari Ayah dan Bunda.

Seorang psikiater anak, remaja, dan dewasa bersertifikat di Mindpath Health Zishan Khan, M.D. mengatakan, dasar dari pola asuh ini adalah ketidakpastian. Ketika orang tua cenderung berubah dalam sekejap, yang didipicu oleh hal-hal yang sama sekali tidak terlihat jelas oleh Si Kecil, hal ini dapat memberikan dampak negatif pada mereka.

Kasus paling ekstrim dari hal ini adalah adanya pelecehan psikologis parah, yang dapat memicu pembalikan peran antara orang tua dan anak. “Anak dapat merasa bertanggung jawab atas pengasuhan orang tuanya, bahkan merasa sangat bersalah ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai keinginan orang tuanya,” kata Dr. Khan.

Ciri-Ciri Eggshell Parenting

  • Ketidakpastian yang Berlebihan: Orangtua cenderung merasa khawatir dan waspada terhadap segala potensi bahaya atau risiko yang mungkin dihadapi anak
  • Pengawasan Ketat: Kontrol yang intens terhadap aktivitas dan lingkungan anak.
  • Kurangnya Ruang untuk Kesalahan: Reaksi yang berlebihan terhadap kesalahan atau kegagalan anak.

Dampak pada Buah Hati

  • Cemas dan Depresi
    Bagi Si Kecil, tumbuh di lingkungan yang tidak stabil membuat banyak temuan terkait tingkat kecemasan yang tinggi. Mereka akan sangat rentan mengalami gangguan kecemasan (anxiety disorder). Di sisi lain, Buah Hati juga akan rentan mengalami beragam risiko depresi. Efek dari mereka yang mengalami depresi jauh lebih buruk dibandingkan dengan orang dewasa yang mengalami depresi. Mood mereka akan cenderung tidak stabil, yang mana di masa depan dapat menjadi eggshell parent.
  • Mudah Marah atau Tersinggung
    Bagi Buah Hati yang tumbuh di lingkungan yang penuh ketidak pastian membuat mereka jadi lebih mudah marah maupun tersinggung. Ini terjadi karena mereka terbiasa harus terus-menerus menyesuaikan diri dengan perubahan suasana hati orang tua. Ketidakmampuan mengekspresikan perasaan secara sehat membuat mereka mudah marah dan reaktif terhadap situasi yang dirasa menekan​.
  • Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
    Si Kecil yang terus menerus terpapar kondisi penuh ketidakpastian dapat menyebabkan gangguan stres pasca trauma atau PTSD. Kondisi PTSD pada Buah Hati ini biasanya ditandai dengan mimpi buruk, kesulitan tidur, maupun kecemasan ekstrem.

Sadari dan Hentikan Pola Asuh Ini

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk memutus siklus ini adalah menyadari penuh bagaimana Ayah Bunda bersikap dan berperilaku saat menjadi orang tua (mindful). Dengan cara ini, tindakan yang dapat membahayakan diri atau orang lain, baik secara fisik maupun psikis, dapat dihindari.

Di sisi lain Ayah Bunda juga dapat mencoba lebih menyadari emosi yang dirasakan dan mengetahui apa pemicu ketidakstabilan emosi tersebut. Mendengarkan masukan dari orang lain, termasuk anak tentang dirinya, termasuk hal yang penting dilakukan.

Bukan hanya itu, Ayah Bunda juga wajib memerhatikan perubahan perilaku Buah Hati. Salah satunya adalah apabila terdapat banyak keluhan dari guru atau temannya. Hal ini bisa menjadi alarm, apabila sesuatu yang dilakukan Ayah dan Bunda membuat Si Kecil melakukan hal-hal yang dikeluhkan orang lain kepadanya.

Terakhir, self-care atau perawatan diri juga dapat membantu meminimalisir pola asuh ini. Jika mulai merasa kesulitan mengendalikan emosi dan perilaku secara mandiri, mungkin ini saatnya meminta bantuan profesional kesehatan jiwa seperti psikolog klinis atau psikiater.

Referensi:

https://www.haibunda.com/parenting/20240527170837-62-338143/mengenal-eggshell-parenting-yang-viral-di-tiktok-dan-dampaknya-untuk-mental-anak

https://www.parents.com/what-is-eggshell-parenting-7558796

https://tirto.id/putus-siklus-eggshell-parenting-demi-kesehatan-mental-anak-gNK5

https://www.good.is/psychologist-explains-whats-eggshell-parenting-and-how-it-impacts-kids-during-formative-years

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.