Menurut data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan WHO, dari 2015-2017, Indonesia merupakan salah satu negara dengan peringkat stunting tertinggi di wilayah Asia Tenggara. Hampir 8 juta anak usia balita mengalami stunting atau dapat dikatakan 1 dari 4 anak di Indonesia mengalami stunting. Keadaan ini cukup darurat hingga membuat pemerintah berkomitmen untuk menurunkan angka prevalensi stunting di Indonesia. Dengan demikian, stunting atau kondisi balita pendek merupakan sebuah keadaan serius yang membutuhkan perhatian khusus. Berikut beberapa paparan penyebab terjadinya stunting.
Dalam stunting.go.id, disebutkan bahwa ada 3 aspek penyebab terjadinya perburukan gizi yang akan memicu terjadinya stunting. Pertama adalah rendahnya akses mendapatkan pangan yang berkualitas dan bergizi dalam hal ini tidak hanya untuk anak-anak tetapi juga untuk orangtua terutama ibu yang sedang atau akan merencanakan kehamilan. Selain nutrisi, pada situasi Ibu atau calon ibu, usia pernikahan yang terlalu dini atau juga merupakan faktor terbesar pemicu terjadinya stunting. Kondisi gizi calon ibu harusnya berstatus baik. Apabila remaja putri yang akan menjadi ibu memiliki status gizi buruk, kondisi kehamilannya dapat berisiko mengalami perburukan gizi. Hal ini nantinya dapat mengarah ke anemia kehamilan, pendarahan saat kehamilan dan dapat melahirkan bayi stunting.
Kemudian faktor kedua adalah pemberian asupan gizi, termasuk ASI ekslusif, Pola asuh yang salah dan rendahnya akses ke layanan kesehatan. Dalam hal ini, penyuluhan akan pentingnya pemberian ASI eksklusif juga masih belum merata terutama di wilayah-wilayah pedesaan yang masih banyak menyumbang pelaku pernikahan di usia dini. Nutrisi yang diperoleh bayi sejak lahir adalah pijakan utama untuk menghindari terjadinya stunting. Tidak terlaksananya Inisiasi Menyusui Dini (IMD), gagalnya memberikan ASI ekslusif serta minimnya informasi untuk memberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang benar adalah penyebab utama yang membuat angka stunting masih tinggi di masyarakat.
Faktor terakhir adalah mengenai rendahnya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan serta akses sanitasi dan air bersih. Menurut penelitian, kurangnya sanitasi dan air bersih dapat memicu terjadinya infeksi. Di dalam buletin stunting dikatakan bahwa penyakit-penyakit yang diakibatkan karena infeksi, akan menganggu penyerapan nutrisi pada proses pencernaan. Penyakit infeksi yang diderita bayi dapat menurunkan berat badannya dan tentunya jika hal ini terjadi cukup lama dan proses penyembuhannya tidak disertai nutrisi yang baik, pasti akan menyebabkan stunting.
Dapat disimpulkan bahwa stunting pada anak dapat terjadi mulai dari pra-konsepsi. Masa dimana remaja menjadi ibu yang mana asupan gizinya kurang memadai ketika mulai mengandung ditambah lagi ketika calon ibu hidup di area yang sanitasi nya tidak memadai. Semoga saja faktor-faktor baik internal maupun eksternal ini dapat segera teratasi agar Indonesia mampu menekan laju terjadinya stunting.
Sumber :
www. Stunting.go.id
Bulletin Jendela data & Informasi Kesehatan-kemenkes “ Situasi Balita Pendek (stunting) di Indonesia.
Germas-GerakanMasyarakat -Kemenkes “Praktik Pemberian Makanan Bayi & Anak untuk Perubahan Perilaku Pemberian Asupan Gizi Anak dalam Upaya Pencegahan Stunting”