Kembangkan Emosi Positif Anak, Apa Rahasianya?

 
Contoh emosi positif: rasa syukur, cinta dan kebahagiaan, akan berfungsi sebagai penyangga terhadap stres dan membantu buah hati dalam mengembangkan pandangan hidup yang optimis

Ayah Bunda, tahu nggak kalau membangun emosi positif pada anak merupakan fondasi utama bagi perkembangan mental dan sosial mereka loh. Emosi yang sehat ini memungkinkan mereka menghadapi tantangan hidup dengan cara yang lebih adaptif, sekaligus menjadi kunci untuk kebahagiaan dan kesejahteraan jangka panjangnya.

Namun, Ayah dan Bunda perlu ingat, mengembangkan emosi positif bukanlah tugas yang bisa diserahkan hanya kepada salah satu orang tua saja. Kedua orang tua harus bekerja sama dan saling membantu untuk menciptakan lingkungan yang mendukung bagi perkembangan emosional buah hati.

Mengapa Emosi Positif Itu Penting?

Perlu diketahui, anak yang memiliki kecerdasan emosional yang baik dipercaya cenderung lebih mampu menghadapi tekanan, memiliki hubungan yang lebih baik dengan teman sebaya, dan lebih berhasil di sekolah.

Beberapa contoh emosi positif, seperti rasa syukur, cinta dan kebahagiaan, akan berfungsi sebagai penyangga terhadap stres dan membantu buah hati dalam mengembangkan pandangan hidup yang optimis.

Poin Penting dalam Membangun Emosi Positif

1. Bermain: Lebih dari Sekadar Hiburan

Bermain bisa menjadi salah satu cara paling efektif bagi Ayah Bunda yang ingin mengembangkan emosi positif pada anak. Yang diutamakan bukan hanya aktivitas yang menyenangkan, tetapi juga medium pembelajaran yang kaya akan manfaat emosional. Melalui permainan, mereka dapat belajar mengekspresikan diri, mengelola emosi, serta memahami perasaan orang lain.

Permainan peran, seperti bermain dokter-dokteran atau memasak-masakan, disebut dapat membantu anak mempraktikkan empati dan menempatkan diri mereka dalam posisi orang lain. Dengan hal ini, mereka juga belajar merespons berbagai situasi emosional, seperti merawat pasien yang ‘sakit’ atau berbagi makanan yang mereka ‘buat’ dengan teman bermain.

Bukan cuma itu, bermain juga berfungsi sebagai outlet bagi energi dan stres anak. Aktivitas seperti berlari, melompat, atau memanjat, tidak hanya akan mengasah keterampilan motorik mereka, tetapi juga melepaskan ketegangan yang mungkin dirasakan. Secara tidak langsung, ini membantu mereka mengembangkan perasaan nyaman dan bahagia.

2. Menghadapi Tantrum: Pendekatan yang Kolaboratif

Dalam praktiknya, usaha Ayah dan Bunda dalam membangun emosi positif ini tidak akan selalu mulus. Luapan emosi yang meledak-ledak atau tantrum, menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi. Sejatinya, tantrum adalah bagian dari perkembangan normal anak, terutama ketika mereka belum sepenuhnya menguasai keterampilan berkomunikasi untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan.

Namun, cara Ayah dan Bunda dalam merespons kondisi tersebut sangat penting dalam membentuk kesejahteraan emosional mereka di masa depan. Salah satu pendekatan terbaik dalam menghadapi tantrum adalah dengan tetap tenang dan menghindari reaksi yang impulsif. Dengan respon yang sabar dan pengertian, anak juga belajar bahwa emosi mereka dapat diatasi dengan cara yang positif.

Ayah dan Bunda perlu bekerja sama untuk menciptakan strategi yang konsisten dalam merespons perilaku tanrum ini. Contoh, ketika mereka mengalami tantrum di tempat umum, alih-alih memberikan hukuman, Ayah dan Bunda bisa berusaha untuk mengalihkan perhatiannya ke aktivitas lain atau mengajak mereka bicara untuk memahami apa yang sebenarnya sedang dirasakan. Dengan belajar mengatasi emosi sedari dini dan dukungan positif dari orang tua, mereka lebih mungkin memiliki kesehatan mental yang baik ketika dewasa, termasuk rendahnya risiko kecemasan dan depresi.

Bukan hanya itu, pendekatan time-in adalah metode yang kini semakin populer. Dengan metode ini, Ayah dan Bunda harus mendampingi buah hati selama periode tantrum dan membantu mereka menenangkan diri, sambil belajar mengelola emosi. Ayah Bunda bahkan perlu berbagi peran dalam metode ini, sehingga anak mendapatkan dukungan emosional yang konsisten dari keduanya.

3. Kerja Sama Ayah Bunda: Kunci Kesuksesan

Seperti yang sudah disebutkan di atas, peran Ayah dan Bunda amat sangat penting dalam mengembangkan emosi positif anak. Mereka membutuhkan model yang konsisten dalam kehidupannya, yang mana Ayah Bunda berarti harus sejalan dalam pendekatan terhadap pengasuhan.

Membangun emosi positif bukanlah tugas yang bisa didelegasikan sepenuhnya kepada salah satu orang tua saja. Keterlibatan Ayah dan Ibu secara aktif dan berkelanjutan sangat penting. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehadiran dan partisipasi kedua orang tua dalam kehidupan anak berdampak positif pada perkembangan emosional dan sosial mereka. Ketika anak melihat bahwa kedua orang tua bekerja sama dan mendukung satu sama lain, mereka akan merasa lebih aman dan dihargai.

Sebagai orang tua, penting melakukan diskusi secara rutin mengenai strategi pengasuhan, saling mendukung dalam menghadapi tantangan, dan memastikan bahwa pendekatan yang diambil selalu konsisten. Hal ini tidak hanya menguntungkan perkembangan anak, tetapi juga memperkuat hubungan keluarga secara keseluruhan.

Yang perlu juga diingat, upaya untuk membangun emosi positif anak ini membutuhkan waktu, kesabaran dan kerjasama antara Ayah dan Bunda. Melalui bermain dan pendekatan yang tepat dalam menghadapi perilaku negatif seperti tantrum, buah hati akan dapat mengembangkan keterampilan emosional, yang penting untuk kehidupan mereka ke depannya. Terakhir, ingatlah bahwa anak membutuhkan kedua orang tua yang hadir dan terlibat dalam kehidupan mereka, bukan hanya secara fisik tetapi juga emosional.

Referensi:

  • Ginsburg, K. R. (2007). The Importance of Play in Promoting Healthy Child Development and Maintaining Strong Parent-Child Bonds. Pediatrics, 119(1), 182-191.
  • Cohen, L. J. (2001). Playful Parenting. Ballantine Books.
  • Siegel, D. J., & Bryson, T. P. (2014). No-Drama Discipline: The Whole-Brain Way to Calm the Chaos and Nurture Your Child’s Developing Mind. Bantam.
  • Thompson, R. A. (2014). Stress and Child Development. The Future of Children, 24(1), 41-59

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.