Tidak dipungkiri Ayah dan Bunda setiap hari bergelut dengan emosi jiwa dan raga pada tingkah laku Si Kecil, ya. Apalagi dengan situasi pekerjaan Ayah dan Bunda yang kadangkala melelahkan, sulit sekali rasanya untuk tetap bisa mengontrol diri di saat badan letih sekali. Saat sedang tidak fokus, maka kalimat yang keluar untuk Si Kecil makin tidak terarah dan malah menyakitkan bagi Si Kecil. Jangankan menjadi efektif, situasi ini malah membuat komunikasi antara orang tua dan anak menjadi tidak kondusif. Berikut adalah tips yang bisa dilakukan Ayah dan Bunda sebelum menegur anak agar teguran menjadi lebih tepat.
Pertama, saat sedang emosi hitunglah dalam hati sampai 5, jika tidak cukup hitunglah sampai 10, jeda akan memberi waktu pada Ayah dan Bunda untuk meregulasi diri. Teriakan yang sudah ingin dihentakkan ke luar akan surut dengan adanya jeda waktu tersebut. Jadi saat lelah melanda, Si Kecil melakukan sesuatu yang mengesalkan, kontrol ucapan yang keluar dengan jeda.
Kedua, selalu hindari memberi label pada anak, seperti, “Nakal banget, sih!” “Males banget, sih!” Bayangkan saja jika kata-kata itu melekat pada Si Kecil maka dia akan memberikan label itu juga pada dirinya sehingga dia akan tumbuh menjadi anak yang nakal dan malas seperti apa yang disematkan oleh Ayah dan Bunda selama ini. Gunakan kalimat yang lebih jelas yang tertuju pada perilaku anak. Misal, kalau anak membuang-buang air di gelas, daripada mengatakan anak nakal sampaikan saja langsung perilaku yang diharapkan seperti, “Kalau airnya tumpah ke lantai, lantainya jadi licin ya Dek, adek bisa terpeleset Peringatan ini langsung menuju ke perilaku yang ingin dikoreksi tanpa menghakimi aktivitas yang anak lakukan.
Ketiga, gunakan nada suara yang standar digunakan tanpa memberikan efek kejut pada Si Kecil. Ada budaya tertentu yang menggunakan nada tinggi jadi hal biasa, ada budaya lain yang nada bicara rendah sangat penting. Meskipun sehari-hari Ayah dan Bunda berada di budaya yang memiliki nada bicara tinggi tentu tetap ada intonasi tertentu yang memberi kesan marah dan menekan. Inilah yang dimaksud, tetaplah berusaha mengontrol intonasi yang menunjukkan sikap tenang dan normal, ya.
Keempat, berikan alternatif solusi lain. Misal Ayah dan Bunda melihat Si Kecil tidak membereskan mainannya. Kiranya Ayah dan Bunda membentak dan memaki Si Kecil, lebih baik tawarkan solusi lain. Seperti, “Kalau kamu memang belum dapat membereskan mainan, pinggirkan dulu mainanmu baru nanti dirapihkan, yang penting tidak berserakan nanti keinjak.” Atau bisa juga dengan alternatif menawarkan sisi penting dari apa yang anak lakukan seperti, “Bereskan mainan yang ini dulu ya, setelah itu baru ambil mainan yang lain” Dengan penawaran dan alternatif seperti ini anak akan lebih kooperatif menerima perintah dari Ayah dan Bunda.
Menarik urat dan meninggikan nada hanya membuat Si Kecil terkejut namun komunikasi yang terjalin menjadi tidak efektif dan hanya satu arah. Memang awalnya canggung diterapkan, pelan-pelan dicoba nantinya akan menjadi kebiasaan. Selamat mencoba Ayah dan Bunda.
Referensi :
Childdevelopmentinfo.com. 20 Ways to Talk So Your Kids Will Listen. 25 Agustus 2021.
https://childdevelopmentinfo.com/how-to-be-a-parent/communication/talk-to-kids-listen/#gs.c5zq1m