Perjalanan jadi ibu adalah perjalanan yang rasanya seperti naik wahana permainan di taman bermain. Kadang naik, kadang turun, kadang mendebarkan, kadang membuat kaki menjadi lemas akan tetapi juga merasa sangat bahagia pada saat yang bersamaan. Menjadi ibu seringkali dianggap remeh dan tidak penting karena pekerjaan yang dilakukan sama setiap hari dan hanya “itu-itu saja”. Cuma mengajak bermain, cuma mengajak tidur, cuma mengajak makan dan berbagai aktivitas lain yang sepertinya tidak memerlukan ketrampilan khusus. Kadangkala kita sebagai ibu setuju, kadangkala tidak. Kalau dipikir-pikir ada benarnya memang pekerjaannya tampak mudah, berulang, begitu setiap hari.
Namun ketika dijalani tidak semudah apa yang dilihat dan dinilai orang lain bahkan dinilai diri sendiri jauh sebelum kita menjalani proses menjadi ibu. Tumpukan masalah ini lambat laun akan menjadi tumpukan emosi, yang membuat ibu dianggap sebagai mahluk bertaring dan bertanduk yang bisa mengeluarkan amarahnya kapanpun. Bagaimana ya caranya supaya emosi ini bisa larut satu persatu sehingga tidak perlu meledak dan Bunda tidak lagi dilabel sebagai orang yang suka marah-marah? Berikut ini adalah cara agar Bunda tidak lagi mudah marah-marah dan mampu mengendalikan emosinya.
Pertama, sebagai seorang ibu, sangat penting mengenali diri sendiri dan bertanya, apakah menjadi ibu adalah pekerjaan atau perjalanan yang benar-benar Bunda inginkan? Jawaban ini tentu mesti dijawab jujur tanpa perlu mengeraskan suara, cukup Bunda sendiri yang tau jawabannya. Ada orang yang menjadi ibu karena diminta pasangan, diminta keluarga besar, tuntutan lingkungan sosial dan lain sebagainya. Ada orang yang belum siap memiliki anak tapi karena diminta oleh lingkungan sehingga benar-benar cepat dan terpaksa menjalankan semua peran ini. Apapun alasan Bunda menjadi orang tua, bukanlah masalah, jujurlah kepada diri sendiri apakah perjalan ini yang kita inginkan. Dengan jujur pada jawaban siap atau tidak siapnya Bunda menjalani peran ini akan membantu proses berdamai dengan peran sebagai ibu. Saat Bunda mulai bisa berdamai , segala perasaan yang berkecamuk akan terurai dan membuka pikiran untuk tahu langkah selanjutnya yang perlu dipersiapkan dan diambil.
Bunda mengenali seberapa jauh berdamai dengan peran ini, dari sini Bunda akan tahu apa langkah selanjutnya yang perlu dipersiapkan dan diambil. Sediakan waktu untuk kembali merenungkan bahwa ketidaksiapan mengemban peran sebagai Ibu memang menyebabkan konflik batin, seperti cita-cita yang masih ingin dikejar maupun mempunyai banyak waktu untuk bersenang-senang dan menjalani aneka hobi. Terimalah hal ini sebagai hal yang normal dan wajar dalam perubahan peran dari tanpa anak menjadi memiliki anak. Penyesalan berkepanjangan dan menolak menyesuaikan diri akan membuat konflik batin berkepanjangan dan emosi Bunda mudah meledak-ledak. Pada kondisi ini seringkali Bunda, merasa tidak puas dengan perjalanan diri sendiri, sehingga mendengar suara Si Kecil menangis sajja kepala terasa ingin meledak. Sadari bahwa peran Bunda sedang berubah dan komunikasikan kepada pasangan cita-cita dan harapan yang masih ingin Bunda gapai.
Kedua, banyak dari perempuan yang kehilangan waktu sendiri saat memiliki anak. Padahal menjalani waktu dengan diri sendiri sangat penting sekali. Sekedar nonton satu episode film, sekedar santai makan mie ayam bakso dan es buah dekat rumah, atau sekedar pergi keluar bersama teman untuk mengobrol dan curhat. Berikan ruang bagi diri Bunda yang dahulu dalam peran yang baru ini. Jangan menghiraukan diri Bunda untuk merawat maupun menyenangkan diri sendiri karena alasan anak. Luangkan waktu untuk mencintai diri sendiri dengan merawat diri dan menjalani hobi di kala waktu senggang. Misalnya merajut , mencoba resep baru maupun melakukan perawatan tubuh dan wajah di rumah saat waktu senggang. Dengan memberi kebahagiaan pada diri sendiri, maka kita akan terhibur dan emosi-emosi negatif yang hadir akan larut dalam kesenangan saat menjalani hobi. Karena Ibu yang sehat menghasilkan anak yang sehat, ibu yang bahagia akan menciptakan anak yang bahagia.
Ketiga, komunikasikan perasaan dan emosi kita pada pasangan. Memang, Bunda, tidak semua suami mengerti apa yang kita rasakan. Namun setelah menikah sahabat terbaik yang kita miliki adalah suami, suami juga yang paling tahu ari-hari yang kita hadapi. Jika saat ini belum dapat berkomunikasi baik dengan suami coba lakukan pendekatan-pendekatan berbeda yang dapat membuka kesempatan untuk berkomunikasi dengan lebih baik dan santai. Seperti lebih sering jalan berdua, , bergantian mendengarkan masalah satu sama lain, bergantian mencari makanan kesukaan satu sama lain dapat mempererat kedekatan dan membangun komunikasi yang lebih baik.
Terakhir, ini adalah teknik sederhana yang dapat Bunda gunakan. Jika Bunda ingin marah, cobalah hitung 1 sampai 10. Jika Bunda masih ingin meledak ambilah jarak dengan sumber amarah. Jika si Kecil memicu amarah Bunda, katakan padanya bahwa Bunda sedang marah dan butuh waktu menenangkan diri sebentar. Ambil jarak di mana si Kecil dalam kondisi aman dan Bunda tetap dapat dilihat olehnya. Kemudian akui apa yang Bunda rasakan sepertii “Iya aku marah, iya aku kesal, iya aku sangat kecewa. “Mengakui tidak perlu menyalahkan siapa-siapa, cukup divalidasi saja perasaan kita dan itu jauh membuat kita lebih baik.
Apabila emosi Bunda masih terasa mau meledak setelah berusaha mengatur napas dan memvalidasi emosi, titipkan si Kecil pada suami atau keluarga yang ada di rumah dan ambil waktu untuk beristirahat sejenak seperti membaringkan tubuh maupun minum air putih. Hal ini penting dilakukan untuk mencegah emosi Bunda memuncak dan meledak. Setelah tenang kembalilah beraktivitas dan bermain seperti biasa dengan si Kecil maupun anggota keluarga lain. Semoga tips ini berhasil, ya, Bunda. Tidak ada orang tua yang sempurna di dunia ini, tapi kita bisa memilih menjadi orang tua yang mau terus belajar dan berupaya menjadi orang tua terbaik yang kita bisa.
Sumber :
Choosingtherapy.com. 9 Strategies to Help Stressed Moms Cope. https://www.choosingtherapy.com/stressed-mom/
Alhamdulillah jadi mengetahui bagaimana mengontrol emosi kepada anak-anak kita