Kekerasan Fisik dan Mental pada Anak, Ini Dampaknya

 
Kekerasan yang terjadi pada anak jika sudah melebihi batas, membuat perasaan anak terluka dan trauma.

Ayah dan Bunda, tahukah bahwa kekerasan dalam rumah tangga atau yang biasa disingkat KDRT ternyata bukan hanya terjadi antar pasangan namun juga dapat terjadi antara orang tua dan Si Kecil.

KDRT ternyata bukan hanya terjadi antara suami dan istri, tetapi KDRT memiliki definisi segala bentuk kekerasan yang terjadi di rumah. Pasal 2 UU PKDRT menjelaskan bahwa pihak yang dapat menerima kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya perempuan, tapi juga beberapa pihak yaitu; pertama suami, istri, dan anak, kedua orang-orang yang memiliki hubungan keluarga baik karena darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan yang menetap dalam rumah tangga dan ketiga orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap di dalam rumah tangga tersebut.

Wow, ternyata luas sekali, Ya. Lalu kekerasan itu sendiri mencakup apa saja, kita bahas, Yuk.

Jika selama ini Ayah dan Bunda menganggap bentuk hukuman fisik pada anak adalah bentuk disiplin tidak sepenuhnya benar. Kekerasan yang terjadi pada anak jika sudah melebihi batas, membuat perasaan anak terluka dan trauma. Luka, lebam hingga menyebabkan cacat fisik juga masuk dalam ranah kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi pada anak.

Anak yang biasa hidup dalam suasana kekerasan akan belajar bahwa kekerasan adalah hal yang wajar dan normal. Dari kekerasan yang ia alami sehari-harinakan dipelajari sebagai cara untuk menyelesaikan masalah saat ia dewasa. Kebiasaan yang dipelajari ini biasanya berulang saat ia menikah dalam memperlakukan pasangan dan anak, ia akan melakukan hal yang sama memperlakukan anak dan pasangannya, dan dipelajari kembali oleh si Kecil menjadi rantai kekerasan berulang.

Selain kekerasan fisik, kekerasan emosional pada anak sering terjadi namun tidak disadari. Contohnya seperti apa kekerasan emosi pada anak? Ayah dan Bunda mungkin tidak menyadari mengatakan kalimat yang merendahkan harga diri anak sudah masuk dalam kekerasan rumah tangga yang terjadi pada anak.

Mengatakan, “Kamu gitu saja gak bisa, bisanya apa, sih?” atau “Kamu cengeng, kamu lemah, kamu bodoh!” variasi kalimat ini juga sudah merendahkan harkat martabat anak. Anak yang minim pujian dan apresiasi akan sulit menghargai dirinya sendiri, saat anak sulit menghargai dirinya sendiri ia akan tumbuh sebagai anak yang tidak percaya kepada kemampuannya dan terus menerus mencari cara untuk merendahkan orang lain.

Sama dengan siklus kekerasan fisik, kekerasan emosi akan menciptakan anak yang memiliki kekerasan emosi juga. Si Kecil yang mungil ini akan tumbuh dewasa dan akan menjadi seorang remaja yang hanya tinggi suara dalam mencaci namun dipenuhi rasa hampa, marah dan keraguan.

Bagaimana Ayah Bunda, apakah masih mau menggunakan kekerasan dalam mengasuh si Kecil? Jika selama ini Ayah dan Bunda tanpa sadar melakukan kekerasan dalam rumah tangga, tidak ada kata terlambat memperbaiki pola asuh yang sudah terjadi. Minta maaf kepada anak dan coba banyak menarik nafas saat emosi tiba-tiba datang.

Kita sebagai orang tua punya tanggung jawab untuk bisa memutuskan rantai kekerasan berulang yang merusak mental dan fisik anak. Berikan yang terbaik bagi si Kecil, rumah yang aman, nyaman dan penuh kasih sayang untuk tumbuh kembang si Kecil yang optimal.

Sumber :

Komnasperempuan.go.id. Menemukenali Kekerasan Dalam Rumah Tangga. https://komnasperempuan.go.id/instrumen-modul-referensi-pemantauan-detail/menemukenali-kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt. (Diakses tanggal 8 November 2022)

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.