PPCM? Istilah Apalagi itu?

 

Ayah dan Bunda, selain depresi pasca melahirkan, adalagi hal yang patut diwaspadai yaitu, gagal jantung yang terjadi pada akhir masa kehamilan hingga 5 bulan pasca melahirkan yang dikenal dengan istilah PPCM (postpartum cardiomyopathy). PPCM menyebabkan otot jantung melemah dan bilik kiri jantung membesar sehingga tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh dengan lancar. Suplai darah yang terhambat tentu berdampak buruk pada organ-organ penting lainnya. Terlambatnya penanganan PPCM dapat berakibat fatal mulai dari kondisi koma hingga meninggal dunia.


Meskipun tidak banyak yang mengenal PPCM ini, rupanya menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), PPCM, adalah salah satu penyumbang tingginya angka kematian ibu di Indonesia. Diperkirakan, angka kematian ibu akibat kardiomiopati postpartum mencapai 228 per 100.000 kelahiran. Akan tetapi, penderita PPCM tetap masih dapat tertolong jika dilakukan penanganan dengan cepat dan proses pemulihannya relatif lama. Berdasarkan sistem yang dibuat oleh New York Heart Association (NYHA), tingkat keparahan gejala pada pasien PPCM dapat diklasifikasikan menjadi:


• Kelas I – Tidak ada gejala yang ditunjukkan
• Kelas II – Gejala ringan yang muncul ketika melakukan aktivitas berat atau ekstrem
• Kelas III – Gejala muncul ketika melakukan aktivitas ringan atau kegiatan sehari-hari
• Kelas IV – Gejala muncul bahkan saat pasien sedang beristirahat
Sampai sekarang, penyebab peripartum cardiomyopathy belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa faktor di bawah ini dapat meningkatkan risiko seorang wanita hamil mengalami PPCM seperti mengidap tekanan darah tinggi, obesitats, diabetes melitus, memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya, kekurangan gizi, dan pernah hamil beberapa kali serta hamil di usia berisiko yaitu di atas usia 35 tahun.


Untuk menulis artikel ini tim Penulis SIGAP meminta akses untuk bergabung di dalam WA group komunitas Ibu-ibu yang hidup dengan PPCM. Dalam group itu, kami berbincang-bincang mengenai deteksi dini yang dapat dilakukan untuk mengetahui dan menangani PPCM. Menurut mereka, beberapa gejalanya tidak terlalu mencolok seperti misalnya kelelahan yang berkepanjangan. Lelah pada ibu baru tentu tampak sangat normal mengingat masa transisi sebagai ibu baru tentu tidak mudah dan sering kurang tidur. Selain itu, ada pula dari mereka yang merasa tidak mampu berjalan kaki meskipun hanya berjarak kurang dari 1 meter. Gejala sesak nafas pun sering ditemui tetapi bagi orang awam, sesak nafas yang menyerang mulanya hanya seperti rasa sesak karena masuk angin atau perut kembung.


Mereka menambahkan juga bahwa tidak sedikit dari mereka yang tidak mengalami gejala apapun tetapi ketika diperiksa saturasi oksigen mereka sudah berada jauh dibawah batas normal. Ketika didiagnosa PPCM, beberapa dari mereka ada yang harus terbaring koma di rumah sakit selama 2-3 bulan tetapi ada pula yang perawatannya ringan dan kembali hidup normal. Mereka sangat menyarankan para ibu hamil untuk memiliki Oxymeter di rumah. Pengecekan oksigen dan detak jantung secara berkala adalah satu-satunya cara penting untuk deteksi dini gejala PPCM.


Di awal pandemi 2020, salah satu kerabat penulis SIGAP terkena PPCM dan meninggal dunia tepatnya di hari ke-14 pasca melahirkan anaknya yang kedua. Gejala-gejala yang dialami adalah rasa letih berlebih serta sesak nafas. Adanya gejala sesak nafas di era pandemi tentu saja tidak terpikir akan PPCM melainkan pada gejala Covid-19. Selain itu, di awal pandemi belum semua masyarakat mawas diri memiliki Oxymeter di rumah untuk deteksi dini. Ayah dan Bunda, dengar dan perhatikan tubuhmu sendiri untuk menghindari berbagai macam resiko pasca melahirkan yang tidak diinginkan.

Sumber :
WAG Ibu-ibu penyitas & yang hidup dengan PPCM
https://www.sehatq.com/penyakit/peripartum-cardiomyopathy-ppcm

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.