Bahaya Mengintai Dibalik Maraknya Prank Terhadap Anak

 
Psikolog anak, Irma Gustiana, menyebut bermain dengan cara menakuti Si Kecil bisa menyebabkan trauma.

Kemajuan teknologi dan beragamnya media sosial yang bisa diakses manusia saat ini sedikit banyak memicu kreativitas dari penggunanya. Setiap pemilik akun akan berlomba-lomba membuat konten-konten, yang tujuannya menghasilkan viewers bahkan uang. Dari ratusan konten yang beredar, tidak sedikit yang berusaha membuat tayangan lucu dengan melakukan prank atau aksi jahil.

Tapi, saat ini mulai bermunculan kekhawatiran atas video-video jahil yang beredar. Karena, tidak hanya ditujukan kepada sesama teman atau kerabat, target dari prank ini mulai menyasar Si Kecil yang dilakukan oleh orang tuanya, dengan isi konten yang cenderung dapat memunculkan ketakutan bahkan trauma.

Tahu nggak Ayah Bunda, baru-baru ini ramai video prank menggunakan suara kuntilanak yang ditujukan kepada anak kecil. Bermula dari mengajak Si Kecil membuat video TikTok, kemudian ia ditinggal sendirian di dalam ruangan tertutup dan diputarkan suara tersebut. Dalam video itu juga terlihat ekspresi sang anak yang merasa tidak nyaman dan menggedor-gedor pintu minta dibukakan.
Meski bagi sebagian orang hal ini dianggap lucu dan seru, namun para pakar menyayangkan aksi tersebut.

Psikolog anak, Irma Gustiana, menyebut bermain dengan cara menakuti Si Kecil bisa menyebabkan trauma. Tak hanya itu, mereka juga bisa kehilangan kepercayaan kepada Ayah Bunda, bahkan dampak paling parah membuat mereka jadi pribadi yang tertutup.

Berikut adalah beberapa dampak psikis yang dapat dialami si Kecil yang sering mengalami trauma karena ditakut-takuti:

1. Kecemasan
Pertama, si Kecil akan lebih mudah merasa cemas jika terus-terusan ditakuti. Cara menakut-nakuti ini sangatlah tidak sehat karena bagi mereka hal ini bukanlah bercanda. Semua bermula dari rasa takut lalu berubah cemas dan tidak jarang menjadikannya trauma.

2. Kehilangan kepercayaan/Trust Issue
Berbekal pengalaman ditakuti, si Kecil nantinya akan kehilangan kepercayaan atau trust issue kepada Ayah dan Bunda. Hal ini terdengar miris, karena keluarga seharusnya menjadi pihak yang paling dipercaya dan dekat dengan mereka. Kondisi paling buruk, mereka dapat saja berpikir jika Ayah dan Bunda saja tidak bisa dipercaya, apalagi orang lain. Hal yang paling dikhawatirkan, mereka akan sulit berinteraksi, bercerita, atau menjalin hubungan dengan orang-orang sekitarnya.

3. Gangguan Tidur
Seperti yang disebutkan sebelumnya, jika mereka terus dijadikan sebagai target kejahilan, hal ini akan menimbulkan trauma dan tinggal hingga si Kecil dewasa. Padahal, tugas orang tua adalah memberikan rasa aman dan nyaman, serta memperkecil rasa trauma mereka. Gangguan tidur juga akan mulai dirasakan, karena perasaan takut kejadian buruk yang sebelumnya dialami si Kecil berulang kali.

4. Meniru
Terakhir, dampak lain dari tindakan prank ini adalah terpicunya keinginan untuk melakukan hal yang sama kepada orang lain, karena menganggap siapa saja bisa menjadi bahan lelucon. Seiring ia dewasa, ia juga bisa kehilangan rasa empati, dengan keyakinan bahwa prank adalah hal yang wajar. Si Kecil akan berpikiran orang lain bisa dipermalukan demi kepuasan sendiri.

Psikolog Irma Gustiana, dalam pemaparannya juga mengajak Ayah dan Bunda untuk lebih bijak dalam memilih permainan atau saat bercanda dengan si Kecil. Upayakan untuk bermain dengan hal-hal yang memiliki unsur sehat, baik dan positif, sehingga tidak menimbulkan rasa takut atau cemas di dalam diri mereka. Pun, Ayah Bunda diingatkan tentang pentingnya menyaring informasi dan tren yang ada di media sosial. Jangan sampai asal mengikuti yang sedang ramai, namun malah menjadi bumerang.

Perlu diingat, cara anak dan orang dewasa dalam memproses suatu kejadian, termasuk lelucon atau humor, sangat berbeda. Ada baiknya Ayah dan Bunda memikirkan dan memahami terlebih dulu, lelucon mana yang bisa dipahami atau satu level dengan usia si Kecil, agar bisa dinikmati bersama-sama tanpa ada yang tersakiti. Baik itu foto dan video anak, hendaklah berhati-hati sebelum diunggah untuk konsumsi publik, untuk menjaga harga diri dan menghindarkan Buah Hati dari rasa malu di kemudian hari.

Sumber :
https://www.popmama.com/kid/4-5-years-old/fx-dimas-prasetyo/dampak-negatif-kebiasaan-orangtua-sering-prank-anak/5
https://id.theasianparent.com/dampak-psikologis-ngeprank-anak#:~:text=2.%20Anak%20Bisa%20Kehilangan%20Rasa,tidak%20baik%20untuk%20perkembangan%20sosialnya.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.