Memahami Hubungan Pernikahan Dini dan Stunting

 
Kita harus menyadari bahwa pernikahan dini tidak hanya membatasi potensi individu, tetapi juga memperlemah pondasi masyarakat.

Pernikahan dini masih menjadi realita yang mengerikan di banyak negara berkembang, di mana impian dan potensi generasi muda terkunci di balik dinding rumah tangga. Perkawinan yang dilakukan di bawah umur bukan hanya berdampak pada aspek sosial dan pendidikan, tetapi juga menanam benih masalah kesehatan yang serius, seperti stunting pada anak. Stunting, sebuah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi, menjadi salah satu konsekuensi paling menyedihkan dan berdampak jangka panjang dari penikahan dini.

Mengurai benang kusut dari penikahan dini dan stunting memerlukan pemahaman yang mendalam tentang keduanya. Kita harus menyadari bahwa pernikahan dini tidak hanya membatasi potensi individu, tetapi juga memperlemah pondasi masyarakat. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana pernikahan dini berkorelasi dengan stunting, serta dampak apa saja yang ditimbulkan pada anak.

Pernikahan pada usia yang sangat muda dapat menghentikan proses pendewasaan fisik dan mental dari seorang gadis. Menurut penelitian dari UNICEF, anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun memiliki risiko melahirkan anak dengan kondisi stunting. Keterbatasan akses pada nutrisi yang cukup, pengetahuan kesehatan reproduksi yang kurang, serta beban fisik kehamilan pada usia yang sangat muda berkontribusi pada risiko ini.

Faktor-faktor yang menyebabkan stunting sangat kompleks. Ia meliputi gizi buruk, infeksi berulang, hingga praktik pemberian ASI yang tidak optimal. Kekurangan gizi kronis yang berlangsung selama 1000 hari pertama kehidupan anak adalah masa kritis yang menentukan jalannya pertumbuhan mereka. Dalam konteks pernikahan dini, hal ini dapat terjadi karena sering kali ibu muda tidak memiliki sumber daya, pengetahuan, atau dukungan yang memadai untuk memberikan nutrisi yang cukup bagi bayi mereka.

Stunting tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan kognitif dan produktivitas ekonomi di masa depan. World Health Organization (WHO) menggarisbawahi bahwa stunting pada anak-anak bisa mengakibatkan penurunan kemampuan belajar, prestasi sekolah, serta mengurangi potensi pendapatan ketika mereka dewasa.

Mengakui bahwa pernikahan dini dan stunting adalah dua isu yang saling terkait dan memerlukan perhatian serius dari semua pihak, kita dihadapkan pada tugas ganda: memahami penyebab stunting dan menangani dampak pernikahan dini. Melalui inisiatif pendidikan yang lebih baik, pemberdayaan perempuan, dan peningkatan akses ke layanan kesehatan reproduksi, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih cerah untuk generasi mendatang.

Pernikahan dini dan stunting adalah isu kompleks yang memerlukan kesadaran dan aksi kolektif. Dengan kesadaran penuh, kita harus dapat berkomitmen pada penanganan masalah pernikahan dini dan pengurangan stunting sebagai bagian dari agenda pembangunan global, sehingga dapat sedikit lebih dekat untuk mengambil tindakan yang terinformasi dan lebih berempati terhadap generasi yang akan datang.

Untuk mencegah pernikahan dini dan meminimalisasi dampaknya, langkah-langkah konkret yang dapat diupayakan meliputi:

  1. Pendidikan dan Pemberdayaan: Memperkuat pendidikan, terutama bagi anak perempuan, adalah kunci utama. Pendidikan yang berkualitas dapat memberikan mereka pengetahuan, keterampilan, dan kepercayaan diri untuk membuat keputusan tentang hidup mereka sendiri, termasuk untuk menolak pernikahan dini.
  2. Kesadaran Kesehatan Reproduksi: Memberikan akses ke informasi dan layanan kesehatan reproduksi yang komprehensif bagi remaja sangat penting. Hal ini membantu mereka memahami risiko kesehatan yang terkait dengan pernikahan dan kehamilan dini.
  3. Hukum dan Kebijakan: Mengimplementasikan dan menegakkan hukum yang melarang pernikahan dini sangat penting. Pemerintah perlu berkomitmen untuk menerapkan kebijakan yang melindungi hak anak dan remaja.
  4. Dukungan Komunitas: Membangun dukungan di tingkat komunitas untuk menentang norma-norma yang mendukung pernikahan dini, dengan melibatkan dialog dengan banyak orang, dapat menjadi opsi. Keterlibatan semua pihak untuk mempromosikan nilai-nilai yang mendukung perkembangan sehat dan penuh potensi dapat membantu mencegah terjadinya serta dampak dari pernikahan dini.
  5. Program Pemberian Nutrisi: Mengimplementasikan program gizi yang berfokus pada 1000 hari pertama kehidupan, yang penting untuk mencegah stunting. Ini termasuk dukungan untuk pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI yang tepat, dan intervensi gizi bagi ibu hamil dan menyusui.

Dengan mengupayakan langkah-langkah ini, kita dapat berkontribusi pada pencegahan pernikahan dini dan dapat mengurangi risiko stunting. Upaya ini akan membantu memastikan bahwa generasi muda memiliki kesempatan yang lebih baik untuk tumbuh dan berkembang secara sehat, baik secara fisik maupun mental.

Sumber:
https://data.unicef.org/topic/child-protection/child-marriage/
https://www.who.int/news-room/q-a-detail/malnutrition-stunting-in-a-nutshell

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.