Sejak kecil mungkin saja Ayah dan Bunda adalah tipe anak yang mengenal konsep hukuman sebagai berikut; jika tidak mengerjakan PR mendapat hukuman dikurung di kamar mandi, jika tidak mandi akan dipukul dengan gantungan baju atau sisir.
Pengalaman-pengalaman tadi merupakan pengalaman masa kecil yang memberikan kesan. Pertanyaan selanjutnya apakah dengan hukuman tersebut membuat Ayah dan Bunda menjadi lebih disiplin saat besar, dan apakah Ayah dan Bunda masih mau menerapkan hukuman tersebut kepada Si Kecil?
Sebelum dijawab, yuk, kita kenalan dengan konsep konsekuensi yang lebih efektif buat Si Kecil. Kita berbincang dulu apa sih hukuman dan pengertiannya. Hukuman itu terkesan jahat, sadis, kejam dan menakutkan.
Pada dasarnya hukuman sendiri adalah bentuk pengendalian perilaku, kalau anak berbuat sebuah kesalahan atau kekeliruan anak diberikan ganjaran agar perilakunya berubah menjadi yang diharapkan orang tua. Namun, meskipun hukuman sudah diberikan tidak serta merta perilaku anak akan berubah sesuai harapan orang tua.
Nah lho, kalau begini apakah hukuman masih bermakna untuk mengubah perilaku Si Kecil, ya? Si Kecil mungkin akan jera sesaat, namun tidak menutup kemungkinan Si Kecil akan lupa dan mengulangi lagi kesalahannya.
Jika Si Kecil telat bangun, Ayah dan Bunda mungkin akan memberikan hukuman seperti menyimpan mainannya, melarangnya bermain atau memarahi. Hal ini tidak membuatnya sadar namun ia malah kehilangan kepercayaan diri anak dan merasa dirinya tidak mampu. Dengan demikian, hukuman tidak lagi efektif sebagai bentuk pengendalian perilaku bagi Si Kecil.
Duh, bingung ya harus bagaimana supaya si Kecil mau melakukan kegiatannya secara rutin setiap hari. Kita berkenalan yuk dengan konsep konsekuensi pada anak.
Menurut Amy Morin, LCSW, seorang psikoterapis yang menulis buku 13 Things, konsekuensi adalah satu cara pembentukan perilaku dengan cara mendorong Si Kecil untuk memperbaiki perilaku dan perbuatannya. Meskipun sama-sama tidak menyenangkan bagi Si Kecil namun mendisiplinkan anak dengan memberi konsekuensi masih lebih baik dan mudah diterima Si Kecil. Sebuah konsekuensi tidak membuat anak malu karena terdapat proses diskusidiskusi dan dibangun kesepakatan antara orang tua dan anak. Memang sih konsekuensi memerlukan waktu yang lebih panjang dan lama. Ayah dan Bunda mesti bersabar, tekun, dan mau bernegosiasi dengan Si Kecil.
Contohnya saat telah disepakati aturan bahwa si Kecil harus menaruh piring di tempat cuci piring setelah makan namun ia lalai. Ayah Bunda hendaknya kembali mengingatkan aturan yang ada dan tidak mengambil alih peran si Kecil. Apabila ia enggan, jelaskan dengan sabar kenapa piring yang telah dipakai harus ditaruh di tempat cuci piring. Misalnya agar rumah tetap bersih dan nyaman, tidak ada semut maupun tikus yang mengganggunya saat bermain.
Konsekuensi adalah bentuk tanggung jawab yang mana setiap anak mesti paham setiap hal yang ia lakukan memiliki tanggung jawab dan risiko yang mesti dihadapi.
Berbeda dengan hukuman di mana si Kecil akan dipermalukan atas kesalahan yang ia buat. Pada konsekuensi si Kecil dihargai karena ia berkesempatan untuk memperbaiki kesalahannya dengan tindakan yang relevan. Anak cukup menanggung akibat dari apa yang ia lakukan, jika ia menumpahkan makanan maka mintalah ia membersihkan. Jika ia bertengkar, mintalah tenang dan menceritakan kronologis serta mau meminta maaf atau memaafkan sesama.
Jika anak masih belum bisa diajak berkomunikasi secara efektif, apalagi di bawah usia 2 tahun. Ayah dan Bunda, dapat memperkenalkan konsekuensi dengan memberikan contoh dan ajakan. Ajak anak ke tempat sampah sambil membawa bekas makanan, gandeng Si Kecil sampai ia membuangnya. Bantu ia membereskan mainan bersama, minta ia mengembalikan mainan ke tempatnya. Meski Si Kecil di bawah dua tahun belum benar-benar mampu memahami kalimat, Ayah dan Bunda dapat memberikan latihan kemandirian dulu agar saat ia sudah mampu berkomunikasi, maka pola konsekuensi sudah dapat dijalankan oleh Si Kecil. Selamat mencoba, Ayah dan Bunda!
Sumber:
Ibupedia.com.( https://www.ibupedia.com/artikel/balita/7-tips-memberikan-konsekuensi-dalam-mendisiplinkan-anak). 7 Tips Memberikan Konsekuensi dalam Mendisiplinkan Anak (Diakses 7 November 2022)