Ketahui 6 Tahap Perkembangan Bermain Anak

 
elalui bermain, Si Kecil akan berpikir, berinteraksi dan terlibat secara aktif dengan lingkungannya.

Bermain merupakan aktivitas yang sangat dinantikan oleh Si Kecil. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) menyebut tahap bermain dalam perkembangan sosial anak merupakan hal yang penting. Melalui bermain, Si Kecil akan berpikir, berinteraksi dan terlibat secara aktif dengan lingkungannya.

Membahas seputar tahapan perkembangan bermain Buah Hati, sosiolog dan peneliti Mildred Parten telah menyusun enam tahap perkembangan bermain untuk anak-anak. Penelitian tersebut telah membantu para pendidik memahami bagaimana anak belajar bermain, serta bagi orang tua agar memahami tahapan dalam proses bermain Si Kecil.

Enam tahapan bermain anak usia dini yang dimaksud antara lain:

1. Bermain Unoccupied (0-3 bulan)
Unoccupied play atau bermain kosong tanpa alat bantu, dialami Buah Hati sejak mereka lahir hingga berusia tiga bulan. Saat memasuki tahapan ini, mereka tidak membutuhkan bantuan mainan apapun untuk bersenang-senang. Dalam tahap ini, aktivitas si Kecil terdiri atas tidur, makan dan mencari tahu bagaimana tubuh mungilnya bekerja.

Contoh dari unoccupied play adalah memukul angin, mengambil, mengocok lalu membuang benda-benda di sekitar, atau tertawa kecil jika mendengar bunyi-bunyian. Jika tidak menemukan hal yang dapat menarik perhatiannya, Si Kecil akan bermain dan menyibukkan dirinya sendiri, misalnya dengan menyentuh-nyentuh bagian tubuhnya atau bergerak tak beraturan.

Bermain kosong membantu bayi dalam menyesuaikan diri di dunia. Buah Hati akan belajar untuk menguasai anggota tubuh dan keterampilan motoriknya, serta mengembangkan persepsi kedalaman, keterampilan taktil dan objek permanen.

2. Bermain Soliter (3 bulan – 2,5 tahun)
Si Kecil yang berusia 3 bulan hingga 2,5 tahun akan memasuki tahapan bermain secara soliter atau solitary play. Di posisi ini mereka biasanya akan asik bermain sendiri dan minat untuk bermain di luar lingkungan terdekatnya atau orang tua dan anak-anak lain sangat minim. Tahap bermain ini membuat Buah Hati menjadi lebih fokus dan berkelanjutan.

Contoh bermain soliter adalah apabila dua balita yang bermain dengan mainannya tapi tidak pernah melihat salah satunya atau menunjukkan minat untuk bermain bersama. Contoh lainnya, Si Kecil mengembangkan kemampuan mempertahankan minat pada mainan selama lebih dari 60 detik dan berjalan di taman sembari menjelajahi lingkungannya.

3. Bermain Onlooker (2,5 – 3,5 tahun)
Ketika memasuki usia 2 tahun, Buah Hati ada kemungkinan mulai berpindah tahapan bermainnya menjadi onlooker play atau tahap bermain di mana ia menjadi penonton. Di momen ini, mereka mulai menunjukkan ketertarikan dan memerhatikan anak-anak lain saat bermain, tetapi belum siap untuk bergabung.

Si Kecil perlahan mulai menyadari jika dirinya merupakan bagian dari lingkungan. Walaupun anak sudah tertarik, namun ia masih menahan diri, karena rasa takut atau ragu-ragu. Pada tahap ini, mereka biasanya berada di pusat aktivitas hanya untuk melihat, mengamati dan mendengarkan anak lainnya yang asik bermain. Salah satu contoh dari tahapan ini adalah mulai ikut menonton acara olahraga atau yang menampilkan kegiatan fisik, atau mulai mengamati anak-anak yang lebih besar bermain tetapi tidak terlibat dalam “permainan anak-anak yang besar”.

4. Bermain Paralel (3,5 – 4 tahun)
Si Kecil yang berusia 3,5 hingga 4 tahun mulai memasuki tahap bermain paralel, sebagai lanjutan dari tahapan bermain penonton. Mereka cenderung sudah bisa bermain secara berdampingan atau berdekatan dengan anak-anak yang lain.

Beberapa karakteristik utama tahap bermain paralel adalah Buah Hati mulai melakukan eksplorasi dan penemuan mandiri, mengamati dan meniru sekitar, bahkan berkomunikasi dengan anak lain meski tidak terlalu banyak. Salah satu contoh dari bermain paralel adalah Si Kecil dan temannya bisa berbagi kuas dan cat, namun mereka memiliki area mewarnai yang berbeda. Tahapan bertujuan membuat anak lebih nyaman dengan teman sebayanya. Hal ini sangat penting, karena Si Kecil akan belajar berbagi ruang satu sama lain yang menjadi tahap awal pengembangan keterampilan sosial.

5. Bermain Asosiatif (4 – 4,5 tahun)
Associative play atau bermain asosiatif muncul ketika anak-anak mulai mengakui keberadaan satu sama lain dan bekerja berdampingan, tetapi tidak harus bersama-sama. Si Kecil akan mulai berbagi, mengakui, mengikuti dan bekerja sama, namun belum bermain secara berkelompok dengan erat dan teman yang menetap.
Interaksi yang dilakukan Buah Hati dalam tahapan ini biasanya sebatas percakapan sederhana atau saling meminjam alat bermain. Mereka belum menunjukkan adanya pembagian peran atau kegiatan yang mengarah ke tujuan yang sama. Misalnya, jika Si Kecil dan temannya sedang mewarnai bersama, interaksi yang dilakukan sebatas meminjam pensil warna dari teman bermainnya namun belum sampai bekerja sama untuk mewarnai objek yang sama.

6. Bermain Kooperatif (4,5 tahun ke atas)
Bermain kooperatif atau cooperative play muncul segera setelah tahapan bermain asosiatif dan mewakili permainan kelompok sosial yang terikat penuh. Si Kecil akan terlihat bermain bersama dan berbagi permainan yang sama dengan anak-anak lain. Mereka akan memiliki tujuan yang sama, saling menugaskan peran dalam permainan dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan permainan yang telah ditetapkan.

Tahap ini merupakan pencapaian sosialisasi awal saat keterampilan sosial mereka masih berkembang. Mereka memerlukan dukungan, latihan yang terbimbing, serta alat untuk membantu mengembangkan keterampilan sosial yang positif seperti berbagi, berkompromi dan bergiliran. Contoh dari tahapan ini adalah estafet papan dimana Buah Hati dan temannya harus bergiliran, agar permainan dapat berjalan sesuai dengan aturan yang ada.

Sumber :
https://www.popmama.com/kid/1-3-years-old/jemima/tahap-pengembangan-bermain-anak-balita?page=all
https://www.detik.com/edu/sekolah/d-5643768/mengenal-6-tahapan-bermain-menurut-perkembangan-sosial-anak

2 komentar

  1. Permainan asosiasi ini yg menurut saya yg masih perlu di lakukan karna kebanyakan dari anak-anak msh kurangnya mau berbagi

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

This site is protected by reCAPTCHA and the Google Privacy Policy and Terms of Service apply.