Melihat bayi yang tumbuh sehat dan bergizi merupakan idaman setiap orang tua. Tapi sayangnya, kasus stunting atau kondisi gagal tumbuh kembang yang terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan (masa kehamilan hingga usia 2 tahun) disebabkan oleh kekurangan gizi pada waktu yang lama, penyakit infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak adekuat. Stunting ditandai dengan tinggi badan anak yang lebih rendah dari standar anak seusianya.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, disampaikan angka kasus di Indonesia mencapai 24,2 persen. Hal ini berarti 1 dari 4 anak di Indonesia mengalami stunting. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberi batasan kasus stunting di setiap negara sebaiknya tidak melebihi 20 persen. Pemerintah Indonesia menargetkan prevalensi stunting di 14% pada tahun 2024. Dampak stunting beragam, pada capaian akademik karena anak stunting mengalami kesulitan konsentrasi dan ingatan yang rendah.
Anak stunting di saat dewasa juga dapat mengalami gangguan metabolisme yang memicu penyakit tidak menular, seperti jantung, kolesterol, dan diabetes.
Nah, salah satu yang perlu menjadi perhatian dan kewaspadaan Ayah dan Bunda akan tumbuh kembang bayi agar kondisi si buah hati tidak mengalami stunting adalah asupan zat besi. Kekurangan zat besi disebut-sebut kerap kali tidak mudah terdeteksi, padahal zat besi berperan penting dalam menyebarkan oksigen ke seluruh jaringan tubuh dan menghindari anemia. Bayi berusia 7-12 bulan membutuhkan sekitar 11 miligram, 1 hingga 3 tahun sekitar 7 miligram, serta usia 4-8 tahun membutuhkan sekitar 10 miligram zat besi setiap hari.
Lantas, bagaimana dengan bayi yang baru lahir?
Bagi bayi yang baru lahir, disampaikan jika sebetulnya mereka masih memiliki simpanan zat besi yang berasal dari Bunda selama trimester akhir kehamilan. Angkanya berkisar antara 250-300 miligram atau sekitar 75 miligram per-kilogram berat badan bayi. Simpanan zat besi ini mencukupi kebutuhan zat besi bayi, setidaknya sampai mereka berusia 6 bulan.
Apa sih dampak bayi yang kekurangan zat besi? Ada beberapa tanda yang bisa menjadi peringatan bagi Ayah Bunda. Di antaranya adalah kulit yang pucat bayi sering rewel, kurang aktif, tidak nafsu makan, perkembangannya berjalan lambat dan kenaikan berat badan bayi bergerak pelan.
Bagaimana cara Ayah dan Bunda menjaga asupan zat besi bayi?
Pertama, Ayah Bunda harus ingat jika ASI merupakan makanan utama bayi yang dapat membantu mencukupi kebutuhan zat besi tersebut. Meski jumlahnya sedikit, namun zat besi dalam ASI lebih banyak diserap dibandingkan makanan dengan sumber zat besi lainnya maupun susu formula (sufor). Disebutkan sebesar 50 hingga 70 persen zat besi dalam ASI dapat diserap dengan baik oleh bayi.
Seorang Direktur Medis Gramercy Pediatrics di Weill Cornell Medical College New York, Dyan Hes, MD, menyebut begitu bayi mencapai usia 6 bulan, dimana masa pertumbuhan yang cepat dan permulaan makanan padat, maka makanan pertamanya harus diperkaya dengan zat besi. Meski banyak yang mengenalkan sereal gandum sebagai makanan padat pertama, tidak ada salahnya untuk diikuti dengan sayuran, buah dan daging. Daging bisa diberikan kepada bayi dengan cara dihaluskan dan bernilai penting, mengingat kandungannya yang tidak hanya zat besi tapi juga protein dan Zinc yang tinggi. Adapun untuk sereal gandum, ia menyebut bahan pangan ini kaya akan kandungan zat besi yang baik bagi si kecil.
Contoh-contoh lain bahan pangan yang tinggi zat besi dan bisa diberikan sebagai makanan pendamping ASI atau MPASI adalah tomat, hati ayam atau hati sapi, telur, kacang-kacangan seperti kacang merah dan kedelai, tahu dan tempe. Untuk sayuran, beberapa jenis yang bisa menjadi pilihan Ayah Bunda adalah bayam, brokoli dan sawi.
Nah, agar penyerapan zat besi ini juga semakin maksimal, konsumsi si buah hati ada baiknya diiringi dengan zat tambahan, yaitu vitamin C. Vitamin C menjadi asupan gizi yang penting karena dapat membantu proses penyerapan zat besi. Zat tambahan ini memang memiliki antioksidan yang kuat dan memberikan efek positif pada fungsi kekebalan tubuh. Sebuah penelitian menunjukkan konsumsi 100 miligram vitamin C dengan makanan yang mengandung zat besi dapat meningkatkan penyerapannya hingga 67 persen.
Vitamin C ini kebanyakan ada pada buah-buahan. Selama ini, kita semua percaya jika buah jeruk yang terkenal memiliki kandungan vitamin C tinggi, yaitu 70 miligram. Padahal ada beberapa Janis buah lain yang kandungannya tak kalah tinggi, seperti jambu biji, pepaya, kiwi dan stroberi. Jambu biji dengan berat 100 gram ternyata memiliki lebih dari 200 miligram kandungan vitamin C, dua kali lebih tinggi dari jeruk. Setengah buah pepaya menyimpan sekitar 90-100 miligram, 100 gram kiwi mengandung sekitar 92,7 miligram dan sekitar 150 gram stroberi mengandung 90 miligram vitamin C.
Yuk, Ayah Bunda, pastikan terpenuhi asupan zat besi pada makanan si kecil dengan menerapkan gizi seimbang dan mengurangi kejadian stunting di Indonesia.
Sumber artikel:
https://www.kompas.com/tren/read/2022/03/04/090500865/kasus-stunting-tinggi-ini-dia-penyebab-dan-cara-mengatasinya?
https://genbest.id/articles/5-buah-tinggi-vitamin-c-yang-membantu-penyerapan-zat-besi