Ketidaksetaraan peran dan perlakuan antara laki-laki dan perempuan tetap masih terasa karena masih ada beberapa masyarakat yang memegang teguh prinsip bahwa perempuan tidak boleh berpendidikan tinggi, memiliki pekerjaan dan atau menjabat posisi tertentu. Ketidaksetaraan ini tidak hanya berlaku di luar rumah saja tetapi juga terasa di dalam rumah, salah satunya adalah pada pola pengasuhan. Banyak yang masih berpendapat bahwa bahwa pola pengasuhan masih saja diberatkan pada Ibu.
Idealnya tugas-tugas sebagai orang tua dalam pola pengasuhan porsinya adalah seimbang baik untuk Ayah ataupun Bunda, karena peran dan kehadiran Ayah dalam pengasuhan memiliki dampak yang penting untuk perkembangan si Kecil. Menurut The Mommy Short Guide to Remarkably Average Parenting, apa yang ditawarkan oleh Ayah dan Bunda adalah dua hal yang saling melengkapi dan tidak dapat digantikan oleh satu pihak saja karena karakter dan kualitas cinta kasih Ayah berbeda dengan Bunda. Dengan demikian, perkembangan dasar si Kecil tidak dapat 100% dibebankan pada Bunda.
Gaya berkomunikasi dan cara interaksi Ayah berbeda dengan cara Bunda. Umumnya, Ayah fokus memberikan pengalaman yang lebih luas dan membangun hubungan interaksi yang penting bagi perkembangan anak. Sementara itu, Bunda hadir dengan kasih sayang tanpa syaratnya yang terkadang diimbangi oleh sikap tegas dan tertata. Tidak hanya itu saja, kehadiran orang tua akan menjadi sosok yang senantiasa dijadikan panutan si kecil sepanjang proses tumbuh kembangnya.
Peranan Ayah dan Bunda di dalam rumah seharusnya selalu dihadirkan seimbang karena kedua orang tua memegang peran penting dalam membentuk jati diri si Kecil. Namun sayangnya, dengan banyaknya gender stereotype yang sudah diyakini turun temurun di masyarakat mengenai bagaimana laki-laki dan perempuan harus berperan dan berperilaku, munculah beragam bias mengenai ketidaksetaraan ini termasuk urusan peran wanita di dalam rumah. Seperti misalnya: lelaki didaulat sebagai pencari nafkah karena dirasa lebih gigih dan kuat sehingga memegang peranan di luar rumah. Sementara itu, wanita yang dianggap lebih lembut dan perasa, lebih tepat diposisikan di rumah sebagai pemelihara rumah tangga beserta anak-anak.
Stereotype tersebut kemudian melahirkan ekspektasi-ekspektasi dari lingkungan baik untuk laki-laki dan perempuan dan ketika berjalan lancar, segala bentuk pujian akan dihadirkan dan juga sebaliknya, ketika tidak berjalan semestinya, bentuk tekanan dari sosial pun akan dibebankan ke masing-masing peran. Sekarang adalah saatnya Ayah dan Bunda ikut serta menggeser segenap paradigma yang sudah terlalu banyak dipercaya dan beredar di berbagai generasi. Ingatlah, bahwa si Kecil membutuhkan dua peran. Bukan hanya Bunda dan bukan hanya Ayah. Mari kita batalkan budaya, stereotype serta ekspektasi yang timbul khususnya dalam pengasuhan yang memberatkan salah satunya saja.
Hal ini juga dapat memperkuat ikatan keluarga secara keseluruhan. Maka dari itu buatlah daftar. Bekerja sama untuk menuliskan semua tugas pengasuhan anak. Setelah Anda menuliskan semuanya, putuskan siapa yang paling banyak menanggung beban untuk setiap tugas. Misalnya pilih yang paling sering mengambil alih tugas popok, menyusui, menemani belajar, menemani bermain, hingga perihal domestik rumah. Ciptakan keseimbangan agar salah satu pihak tidak merasa terbebani. Jangan lupa ya Ayah dan Bunda, menjadi orang tua adalah tugas berdua!
Sumber :
Parenting Module (Rumah Anak SIGAP, Tanoto Foundation)
Willes, Ilana. The Mommy Short Guide to Remarkably Average Parenting
https://www.inovanewsroom.org/expert-commentary/2019/06/stress-management-for-dads-how-your-mental-health-impacts-your-kids/
https://www.cope.org.au/family-community/fathers-partners/managing-stress-dad/
baca: https://www.kompas.com/parapuan/read/532794984/kata-psikolog-soal-pentingnya-peran-ayah-dalam-kehidupan-anak.